27 April 2009

Nyontek loe !!

" Kepala pusiiiiiiiing ", kata Briga ketika kami ajak ke Matos (Malang Town Square). Waduhh..kenapa tuh anak. " Gimana nih, kita pulang saja kalau begitu", kataku.
" Halllaaaaah..itu sudah gayanya Briga pak, nanti kalau sudah dibelikan mainan pasti sembuh", jelas Rudy menantuku. Benar juga, setelah satu set miniatur binatang dari plastik berada dalam genggamannya Briga langsung sembuh. Tapi ada embel-embelnya " Kita pulang yuk ", ajak Briga.
Oalllaaah, Dita sang kakak kan belum dapat buku bacaan yang sudah saya janjikan. Akhirnya kami ngebut ke Gramedia untuk membelikan buku bacaan.

Kelakuan Briga mirip kelakuanku. Dulu kalau saya sudah mendapat buku komik langsung ngajak pulang. " Iya soalnya sudah dapat buku ", kata bapakku yang tampaknya " niteni" ( memperhatikan ) kebiasaanku.

Dita hoby banget membaca, rajin belajar dan kemana-mana selalu menenteng buku dan alat-tulis. Kok mirip saya ya. Eh..mirip eyang buyut Cimahi juga donk.
Sementara Briga selain ngajak pulang jika sudah mendapatkan apa yang diinginkan juga ada kelakuan " negatif" saya yang ditirunya yaitu " bombing" yang cukup keras dan bertalu-talu. Cilaka ...ini benar-benar kebiasaan yang diturunkan dari mbahku. Majelis "Assapbadheg " ini ternyata banyak pengikutnya.

Ahhhh...mudah-mudahan kelak dia juga jadi Jenderal seperti eyangnya. Sayapun kalau bombing kan juga nggak sembarang tempat, kecuali terpaksa. Ha..ha..hak.


dCholik

24 April 2009

Calon mertua kok di skak !!

Cimahi, 1975.

Ketika saya sedang bermain catur dirumah Pak Warto-guruku, datanglah seorang pria gagah, usianya tidak begitu jauh dengan Pak Warto. Pak Warto memperkenalkan tamunya kepada saya " Ini adik saya. Pak Soeyitno, Perwira Angkatan Laut. Dulu pernah dinas di Surabaya, sekarang di Jakarta " Pak Warto tak lupa mengatakan bahwa saya adalah muridnya -perwira CPM yang sedang sekolah di Pusdikpom.

Pak Warto main catur sambil terus ngobrol dengan pak Soeyitno,adiknya. Tampaknya mereka agak jarang bertemu. Kelengahan Pak Warto saya manfaatkan. Pak Warto tak berkutik ketika Rajanya terkepung oleh benteng, kuda dan Menteri saya.
" Skak-mat !!!", teriak saya agak pelan, maklum berhadapan dengan guru merangkap calon mertua.
" Waaahh,katanya jagoan main catur, kok kalah sama anak muda ", kata Pak Soeyitno terkekeh.
Sambil pulang ke ksatrian saya menyesali kemenangan saya. Seharusnya saya tidak mengalahkan Pak Warto-guruku di depan adiknya.

Beberapa bulan kemudian.
Ketika sedang ngobrol dengan Ipung dan adik-adiknya, bel berbunyi, tampaknya ada tamu. Pak Warto menemui tamunya, ngobrol beberapa saat. Kemudian kami dipanggil, ikut nimbrung. Oh ternyata Pak Soeyitno. Kami bersalaman
" Apa kabar, Nak Cholik ??"
" Baik-baik ,Pak
"
Mungkin Pak Soeyitno sudah diberitahu pak Warto bahwa saya adalah calon menantunya. Status saya pada saat itu adalah tunangan Ipung.

Tampaknya Pak Soeyitno akan bermalam di Cimahi. Sore hari saya ditantang main catur oleh Pak Soeyitno. Kami main catur sambil ngobrol, Oom Soeyitno ( begitu saya kemudian memanggil beliau) bercerita tentang pengalamannya, sambil sekali-kali memberi nasihat kepada saya tentang hidup dan kehidupan militer. Sore itu Oom Soeyitno menang tipis 3-2.
Ini kemenangan murni, bukan rekayasa seorang calon keponakan.

Itu adalah pertemuan terakhir saya dengan Oom Soeyitno.
Ketika saya berkunjung kerumah beliau di Komplex Perumahan TNI-AL- Sawotratap-Surabaya saya hanya bertemu tante Pini dan putra-putri beliau yang masih kecil . " Oom mu sedang dinas ", kata tante Pini.
Demikian pula ketika tahun 1976 saya bermalam di Sawotratap saya tidak bertemu dengan Oom Soeyitno.
Malam itu Tante Pini nawari saya sangu " Nak Cholik ngersaake sangu ??".
" Mboten tante, matur nuwun ", saya menjawab.

Pertemuan dengan Oom Soeyitno itu adalah pertemuan pertama dan terakhir sampai akhirnya saya melihat lagi foto Oom Soeyitno ketika menyusun draft awal Buku Keluarga Darono.
Pertemuan itu juga pertemuan terakhir saya dengan Tante Pini sekeluarga sampai kami bertemu lagi tanggal 28 Oktober 2007 di Ancol- Jakarta.

*****
Oom Soeyitno " menang tanpa ngasorake" ketika bemain catur dengan saya. Hal ini tercermin dari jawaban beliau ketika Pak Warto bertanya " Sopo sing menang ?".
Oom Soeyitno dengan senyum menjawab " Kami main seimbang, saya menang 3, nak Cholik menang 2 "
Oom Soeyitno kemudian menyorongkan uang Rp. 10.000 kepada Hahan yang kala itu masih SMP. Uang sebesar itu setara dengan 1/3 gaji saya yang Rp.33.500.


Salam hormat saya kepada Tante Pini.

Juga salam hangat kepada dik Pungky, Dik Yayas, Dik Titik, Dik Yani dan dik Yongky beserta keluarganya. Anda yang dulu tahun 1975 masih imut-imut teryata sekarang sudah jadi orang.

Ahhhhhhhh... ternyata saya sudah tua.

dCholik

Guruku calon mertuaku

Senin siang, 1975 di Ksatrian Pusat Pendidikan Polisi Militer- Cimahi.
Ruang Kelas Kursus Dasar Kecabangan Perwira Polisi Militer

( Sussarcabpapom)

Kapten CPM Soewarto, guru Berkas Perkara memasuki ruang kelas. Setelah menerima laporan kesiapan dari Ketua Kelas, Kapten Cpm Soewarto menyampaikan kata pengantar sebagaimana dianjurkan dalam Buku CMI ( Cara memberikan Instruksi )

“ Selamat pagi para Perwira , bagaimana acara liburan kemarin, menyenangkan bukan “ ??.
Mendengar ucapan Kapten Soewarto itu teman-teman sekelas langsung tertawa riuh rendah, bahkan ada yg tepuk tangan segala.
Kapten Soewarto tersenyum. Sambil membetulkan kacamatanya, beliau melanjutkan pengantarnya “ Wahhhh… kelihatan gembira sekali yaaa. Pada ketemu pacar yaaa selama liburan ???”
Teman-teman tambah ngakak “ Choliiiiiiiiiiiiiik……Choliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiik “
“ Ada apa dengan Siswa Cholik ??”,
tanya Kapten Soewarto dengan wajah agak heran.
Situasi terselamatkan ketika pelayan ruang makan masuk kelas mengantar kopi untuk sang Guru.
“ Jancuritz tenan kok teman-teman itu “, batin saya.

Masya Allah, Kapten Soewarto – guruku ini nyindir, tidak tahu atau pura-pura tidak tahu sih ???

Mungkin beliau tidak tahu ya soalnya malam Minggu ketika saya ngajak putrinya nonton film di Bioskop Rio Cimahi beliau sedang main bridge bersama Danpusdikpom. Dan hari Minggunya ketika saya ajak putrinya makan mie kocok di Lembang beliau juga lagi main tennis.

***

. “ Jancuritz " : adalah misuh ( mengumpat ala arek Suroboyo) yang tingkatannya agak lebih halus daripada misuh dengan istilah lain. Jancuritz dipakai lebih untuk menunjukkan keakraban daripada sebagai ekspresi kemarahan.

dCholik

19 April 2009

Majelis mudharat

Kyai : ” Mbok jangan ngrokok terus tho Le. Daripada untuk beli rokok mbok ditabung untuk masa depanmu ”

Sakron : ” Alhamdulillah kyai, sejak saya masuk ke Majelis Asbakul Karimah saya sudah tidak beli rokok lagi ”

Kyai : ” Syokurlah. Lagian merokok itu kan lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Ngomong-ngomong Majelis Asbakul Karimah itu apa tho kok saya baru dengar??

Sakron : ” Itu lho kyai, majelis tempat berkumpulnya para perokok berat. Makanya saya nggak pernah beli rokok lagi karena selalu diberi oleh teman-teman di majelis itu ”

Kyai ” Oooooooooo...tak lempar asbak modar kamu...”

deCholik

Martabak Cak Margono

Sore itu Surabaya mendung.
Saya tiba-tiba ingin sekali makan martabak. Maklum makanan beraroma gurih ini kalau dimakan sore-sore nikmat sekali. Sayapun berangkat ke penjual martabak favoritku di jalan Manyar Pumpungan.
” Martabak loro cak”.
” Yang biasa atau spesial pak ?”, tanya Cak Margono arek Jombang si penjual martabak paling ramah itu.
” Yang spesial donk, kan mendung-mendung gini enak makan martabak plus cappucino anget .Kelihatannya laris yo cak martabake , biso mbuat rumah baru donk ” , kataku bercanda.

Cak Margono tersenyum sambil ngiris martabak menjadi potongan-potongan kecil.
” Hallah pak, jualan martabak kayak gini kan hanya cukup untuk hidup sehari-hari saja. Ya adalah nabung sedikit-sedikit untuk biaya sekolah anak-anak ”.
” Ya ditlateni saja cak yang penting halal kan ”, kataku sok menjadi tua.
” Bagi saya jualan martabak lebih baik daripada jualan martabat pak walaupun jualan martabat mungkin hasilnya lebih banyak tapi kan nggak berkah ”.
” Maksudnya ??”, kejar saya.
” Lha mereka yang jadi pelacur,penipu,perampok dan koruptor kan sama saja dengan jual martabat tho pak. Nah hasilnya kan mungkin banyak, bisa untuk beli martabak sak gudang dan beli macem-macem kan . Tapi untuk apa hidup seperti itu. Dimakan anak-isteri juga bisa jadi penyakit. Kan lebih bermartabat saya daripada mereka walaupun saya hanya berjualan martabak ”

Cak Margono..Cak Margono.. ucapanmu benar adanya.
Alangkah banyak diluar sana orang-orang yang tak malu-malu menjual martabat hanya untuk mendapatkan martabak.

dCholik

18 April 2009

Gamantha Radityanti Kurniadi-terlatih travelling Cimahi-Tasikmalaya


undefined

Zahra Bellamy Matindas-Calon pemenang rambut terbaik


undefined

Briga Pria Mitra-penggemar sinetron Muslimah


undefined

Rendita Fairuz Nabila-tersenyum manis buat eyang buyut


undefined

Tak Ternilai


undefined

Cucu & Menantu


undefined

Anak & Menantu


undefined

Bapak Soewarto

Bapak Soewarto dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1927 di Purwokerto-Jawa Tengah. Beliau adalah putra ke-2 dari pasangan Eyang Darono dan Eyang Kasumi. Eyang Darono adalah karyawan Perusahaan Kereta Api dan pernah menjabat sebagai Kepala Stasiun dibeberapa kota di Jawa Tengah.

Pak Soewarto mempunyai seorang kakak yaitu Ibu Soewarti yang sekarang menetap di Jogyakarta. Adiknya berjumlah 5 orang yaitu Pak Soeyitno seorang purnawirawan Angkatan Laut dan sudah meninggal dunia, Pak Soesilo pensiunan Depperin yang sekarang tinggal di Jakarta, Ibu Soeyatmi yang sudah almarhum ,Pak Harry James Soenarko seorang wiraswasta yang sekarang menetap di Ambon serta seorang saudara tiri yaitu Pak Sunarto mantan staf KBRI di New Delhi yang sudah almarhum.

Pak Soewarto mengikuti pendidikan di Sekolah Netral ( mungkin setingkat SD ) sampai kelas 6 dan juga STM di Kebumen.

Karier militernya diawali dengan mengikuti pendidikan militer Sekolah Kader Infantri di Magelang dan membawa pria yang suko humor ini menjadi anggota Corps Polisi Militer dengan pangkat Sersan. Tugas pertamanya didaerah Purwokerto-tempat beliau dilahirkan yaitu di kesatuan Kompi Pom Purwokerto ( sekarang disebut Denpom Purwokerto)

Hijrahnya pak Soewarto ke Pusdikpom-Cimahi karena dibawa Komandannya –Letnan Soewardi.
Di kesatuan yang baru ini beberapa jabatan yang pernah disandang oleh pak Soewarto antara lain Provost, Komandan Satdemlat, Kepala Biro Logistik. Selain itu beliau juga seorang guru militer dan pernah mengikuti Sekolah Calon Instruktur dan Kursus Guru Militer.

Di Pusdikpom Cimahi inilah Pak Soewarto yang berpangkat Mayor mendapatkan dua orang putra menantu yaitu Letda Cpm Abdul Cholik ( terakhir berpangkat Brigjen TNI) yang menikah dengan putri pertamanya Anita Purwati. Menantu kedua adalah Letda Cpm Hendragiri Waspada Jati ( terakhir berpangkat Kolonel) yang menikah dengan putri keduanya yaitu Budi Purwanti.

Pak Soewarto menikah dengan Ibu Sabariyah pada tanggal 1 Juni 1950 di Purwokerto.
Dari pernikahan itu mereka dikaruniai 2 orang putra dan 4 orang putri yaitu Anita Purwati, Budi Purwanti, Chris Hary Puryanto, Diah Ayu Puruita, Erna Devi Purbani dan Mochamad Agus Fatwa. Sayang putra terakhirnya ini meninggal dunia pada usia yang belum genap satu tahun.

Setelah pensiunan dari dinas militer dengan pangkat mayor beliau pernah bekerja disebuah perusahaan textile di Bandung.

Pada tahun 1983 Allah Swt memanggil Bapak Soewarto yang hobby banget bersilaturahmi dengan familinya. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra-Bandung.

Atas jasa-jasanya kepada negara Bapak Soewarto menerima tanda penghargaan dari negara berupa Bintang Gerilya, Bintang Sewindu, Satya Lencana Dwija Sistha, dan lain-lain.

Semoga arwah beliau diterima dan ditempat yang terbaik disisi Allah Swt. Amin


Bahan : hasil wawancara Diah Ayu Puruita dengan Ibu Sabariyah plus bahan dari Lia

17 April 2009

Ibu Sabariyah


Ibu Sabariyah adalah anak bungsu Eyang Mochamad Chasan dan Eyang Tuminah . Beliau dilahirkan di Kauman Purwokerto pada hari Sabtu tanggal 28-12-1928 malam hari. Putri ke 10 dari pasangan Muhammad Chasan dan Eyang Tuminah ini menghabiskan masa kecilnya dialam penjajahan dalam suasana penuh keprihatinan.
Namun semua itu dijalaninya dengan penuh kesabaran yang merupakan refleksi dari namanya :
- Sabariyah -
Dijajah Belanda & Jepang tidak berarti pasrah dengan keadaan. Sabariyah berusaha menuntut ilmu sesuai kemampuannya. Lebih dari 3 sekolahan telah dilalapnya.

Mula-mula Ibu Sabariyah sekolah di Sekolah Rakyat Tangsi selama 3 tahun kemudian melanjutkan ke MVS (Meisyes Vervolg School ) yang merupakan sekolah khusus wanita lanjutan
sekolah rakyat yang pelajarannya ditambah memasak dan membatik selama 3 tahun dan tamat.
Ternyata beliau masih merasa tidak puas karena sekolahnya tidak menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar. Akhirnya beliau mencari sendiri sekolah yang berbahasa Belanda dan masuk kelas 5. Namun baru 1 tahun sekolah disitu Jepang datang ke Indonesia sehingga sekolahnya bubar.

Selama sekolah beliau selalu Juara dan bahkan baru kelas 4 sudah dipercaya mengelola perpustakaan ( Bibliotik). Karena itulah beliau hobby sekali membaca sampai sekarang. Selain itu beliau juga menjadi kepercayaan para guru sehingga sering disuruh guru untuk membantu mengisi raport murid-murid yang lain.

Semasa sekolah Ibu Sabariyah satu kelas dengan Soeyitno putra dari Bapak Darono seorang Kepala Stasiun. Pak Soeyitno ini mempunyai seorang kakak bernama Soewarto. Tampaknya hubungan pertemanan antara Ibu Sabariyah dengan Pak Soeyitno akan ditingkatkan menjadi hubungan persaudaraan dengan. Pada tanggal 1 Juni 1950 Ibu Sabariyah menikah dengan Pak Soewarto yang kala itu telah menjadi seorang bintara Polisi Militer. Pernikahan Ibu Sabariyah termasuk melangkahi kakak tercintanya yaitu Bapak Dawoed. Ini memang sudah merupakan janji Bapak Dawoed bahwa beliau akan menikah setelah adik-adiknya mentas dan menikah. Bapak Dawoed baru menikah setelah Ibu Sabariyah mempunyai dua orang putri.

Pasangan Ibu Sabariyah dengan Bapak Soewarto dikaruniai 2 putra dan 4 orang putri.

1. Anita Putri menikah dengan Brigjen TNI (Pur) Abdul Cholik,M.Sc dan dikarunia 2 orang putri dan 3 orang cucu.

2. Budi Purwanti menikah dengan Kolonel Cpm (Pur) Hendragiri Waspada Jati dan dikaruniai 3 orang putri dan 1 orang cucu.


3. Chris Hary Puryanto. B.Sc menikah dengan Mukhyati,SE dan dikaruniai 2 orang putri dan 1 orang putra.

4. Diah Ayu Puruita menikah dengan Ir. Antono Fajar Satrio ( telah meninggal dunia )

5. Dra. Erna Devi Purbani menikah dengan Drs. Frans Masse Pakpahan, M.Sc dan dikarunai 2 orang putra-putri.

6. Mochamad Agus Fatwa meninggal dunia semasa balita karena sakit.

Semasa penjajahan Ibu Sabariyah kenyang dengan kegiatan ” mengungsi ”. Tentu pengungsian jaman dulu lain dengan pengungsian jaman sekarang. Dahulu mengungsi berarti long mars. berjalan kaki puluhan kilometer dengan berjalan kaki. Bersama kakak beliau-Pak Ismail- pernah mengungsi menyusuri lereng Gunung Slamet berkilo-kilo meter jauhnya. Ibu Sabariyah juga pernah pontang-ponting bersama kakak pertamanya-Ibu Marsinah diantara suara tembakan musuh sampai beliau terdampar di Stasiun Gubeng-Surabaya. Padahal tujuannya adalah Wonokromo. Beliau bersama Ibu Marsinah dan pengungsi lainnya disuruh segera meninggalkan stasiun Gubeng menuju arah Kapas Krampung yang tentu saja berlawanan arah dengan tujuan semula.

Ibu Sabariyah juga pernah mengikuti latihan dasar kemiliteran yaitu sebagai anggota Sukwati sekitar tahun 1966 an.


Sebagai anak bungsu tentu beliau disayangi oleh kakak-kakaknya. Pak Ismail yang bekerja di SDS-Sedajoe Dal Stroom Spoor (Perusahaan Kereta Api milik orang-orang Belanda) dikala libur sekolah mengajak Ibu Sabariyah nglencer naik kereta api hingga Wonosobo dan Maos.

Uniknya, sebagai anak bungsu dari Eyang Mochamad Chasan beliau mempunyai banyak keponakan yang usianya jauh lebih tua dari beliau. Ibu Soemarti, Ibu Soeryati, Ibu Soertinah, Bapak Soeloso,Bapak Soeparjo, Bapak Soeroto,Ibu Sulbiyah,Bapak Hartono,Bapak Soeprapto, dan Ibu Sudinah. Secara bergurau beliau mengatakan ” Lha wong Ibu saya melahirkan dan anaknyapun ada yang melahirkan , jadi ya punya anak dan barengan punya cucu ”.

Pak Soewarto telah meninggal dunia pada tahun 1983.
Kini Ibu Sabariah menetap di Cimahi bersama beberapa putri dan cucunya.


dCholik plus hasil wawancara Diah Ayu Puruita dengan Ibu Sabariyah